Dahsyatnya Pengampunan


Salah satu pengalaman manusia yang paling dahsyat adalah memberi atau menerima pengampunan. Konon, dua pertiga dari ajaran Yesus secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan misteri pengampunan ini. Dalam hal pengampunan ini orang sering mengatakan, “Allah melanggar aturan-Nya sendiri.” Tidak mengherankan, karena pengampunan mungkin satu-satunya tindakan manusia yang mengungkapkan tiga kebaikan secara bersamaan! (i) Ketika kita mengampuni, kita memilih kebaikan orang itu dan bukan kesalahannya. (ii) Pada saat mengampuni kita mengalami kebaikan Allah yang mengalir melalui diri kita sendiri, dan (iii) kita juga mengalami kebaikan kita sendiri dengan cara yang mengejutkan diri sendiri. Dalam pengampunan terjadi perpaduan yang luar biasa dari daya Ilahi dan manusiawi.

Saya percaya bahwa pada akhirnya kita semua akan saling mengampuni, karena kita telah menerima pengampunan, namun alangkah indahnya kalau hal itu dapat kita lakukan dengan segera dan tidak ditunda-tunda. Kita perlu memohon kasih karunia Allah agar kita dapat melepaskan dendam dan sakit hati yang melekat pada diri kita. Hanya dengan demikian kita akan dimerdekakan untuk dapat mengampuni dan diampuni.

Jika kita tidak mengalami pengampunan, kita akan kehilangan seluruh misteri Ilahi. Karena kita masih hidup dalam pola pikir meritokrasi, quid-pro-quo, bahwa penghargaan (atau anugerah, atau “bonus”) dapat diterima hanya karena kinerja dan perilaku yang terpuji. Sementara dalam pengampunan semua logika, akal, serta kelayakan melebur ke dalam misteri cinta kasih Allah yang tanpa syarat, kerendahatian serta pengosongan diri Sang Mahakasih, di dalam Kristus Yesus, demi mengangkat manusia dari keterpurukannya.

Tanpa menerima dan memberi pengampunan yang radikal  dan tidak lazim ini tidak akan terjadi perubahan apa pun. Karena pengampunan mengancurkan cara pandang dan logika kita tentang “usaha membeli” dan “menjual rahmat” atau pola berfikir transaksional. Kasih karunia yang sempurna itu anugerah cuma-cuma dan tanpa syarat. Desmond Tutu dari Afrika Selatan selalu menyerukan bahwa “Tanpa pengampunan, tidak akan ada masa depan.” Kita telah saling menyakiti dengan beragam cara yang telah terdokumentasikan dan diingat secara historis. Kasih karunia (atau anugerah) merupakan satu-satunya jalan keluar dari beragam kebencian dunia yang ‘dibenarkan’ pada saat ini.

Kerinduan serta kesiapan untuk mengasihi merupakan proses pemerdekaan menuju hari  depan yang luhur. Ketika kita telah berada dalam ruang cinta kasih Ilahi, di situ tidak ada lagi tempat untuk penghukuman manusiawi, balas dendam atau  penghakiman yang semena-mena. Di dalam persekutuan dengan Kristus Yang Bangkit — sesudah Dia ditolak, dikhianati, dan mengalami kematian dengan cara yang sangat kejam — kita tidak lagi melihat realitas dengan pemikiran-pemikiran sempit di atas. Kita juga tidak menemukannya dalam seluruh Perjanjian Baru. Kita tak dapat membayangkan sebuah cara hidup yang lebih mulia dari itu. Peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus telah menjadi pengubah permainan dalam sejarah.

Kristus yang disalibkan dan bangkit mengubah kesalahan masa lalu untuk menciptakan hari depan yang positif, masa depan penebusan, alih-alih pembalasan. Dia tidak menghilangkan atau menghukum kesalahan. Kristus menggunakannya untuk tujuan transformatif. Pengampunan mungkin merupakan deskripsi terbaik dari apa yang dilahirkan oleh kebaikan Tuhan dalam umat manusia.[KH/kh]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *